Minum Jamu di Taman Mini Indonesia Indah

 

p_20160403_090252_1.jpg

Taman Apotik Hidup di dalam Taman mini Indonesia Indah. Masuk gratis, gratis minum jamu tiap hari Sabtu dan Minggu

Sudah beberapa kali lewat sini, akhirnya kami mampir. Awalnya gara-gara mengincar singgah ke anjungan beberapa propinsi bungsu di Indonesia karena letaknya saling berdekatan. Luas anjungan tersebut tidak sampai sepertiga anjungan milik duapuluh tujuh propinsi lainnya yang di bangun semasa pemerintahan presiden Suharto. Karena anjungannya tidak begitu luas, menjadi incaran kami pagi itu biar banyak yang bisa disinggahi dalam kunjungan “singkat” kami. Rupanya sampai di sana sekitar jam delapan, hanya satu anjungan yang sudah dibuka yang lain masih tutup.

p_20160403_091047_hdrSementara hari bertambah tinggi, kami memutuskan mengincar lokasi yang lain. Anjungan atau tempat menarik yang masih satu arah  menuju pintu masuk II. Ketemu lagi dengan taman apotik Hidup yang tampak rimbun dari luar. Ada sebuah pendopo di dalam taman tersebut, samar-samar terlihat tulisan gratis minum jamu. Keren, adanya taman sangat bagus dalam rangka mempromosikan jamu sebagai warisan leluhur yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Tapi sepertinya belum banyak menarik perhatian pengunjung karena lebih terlihat sepi dibandingkan pengunjung objek lainnya di area taman mini. Tumben-tumbenan banget hari itu terlihat agak ramai.

“Mari mbak, nyobain jamu!” Kami sedang celingak-celinguk dan ragu-ragu akhirnya sapaan ramah itu berhasil membuat kami mampir.  Mencoba jamu gratis, setelah sekian kali lewat tidak pernah mampir. Rupanya ada pertemuan komunitas sepeda onthel yang sedang kumpul di sana.  Namanya Paguyuban Onthel Piets Taman Mini- terlihat dari sepeda yang sedang parkir. “Silakan-silakan!” kata mereka dengan ramah.

Perkiraan saya, jamu yang disediakan adalah semacam jamu racikan yang dijual sama mba-mba jamu gendong atau sekarang sudah banyak yang menggunakan sepeda bahkan motor jadi tidak digendong lagi. Rupanya jamu yang sudah diolah secara modern keluaran perusahaan jamu air mancur.

p_20160417_092739_hdr_1.jpg

Jamu tersebut diseduh dalam gelas kecil, kita tinggal minum titambah segelas kecil air manis rasa jeruk alias penawar pahit. Kalau sama mba-mba jamu, biasanya dikasih air jahe dan gula merah. Jamu yang kami coba adalah jamu pegal linu. Rasanya tidak pahit, hanya agak “seret” waktu diminum.  Jamu pegal linu ini yang memang disediakan gratis buat pengunjung. Kalau berminat jamu lain, daftar harga sudah ada di meja. Tersedia juga bubuk jamu saset untuk dibawa pulang (yang ini tentu tidak gratis).

p_20160403_090845_1.jpg

Taman apotik hidup ini mempunyai koleksi berbagai tanaman obat atau tanaman yang biasa untuk jamu. Tanaman tersebut diberi label nama beserta khasiatnya, ada yang diberi label nama saja dan ada yang tidak diberi label. Tidak terlalu menarik sih, kecuali bagi pengunjung yang punya ketertarikan khusus dengan tanaman obat. Atau bagi orangtua dan guru yang bermaksud mengenalkan tanaman obat kepada anak-anak.

Untuk koleksi jamu, ada bermacam-macam yang dipajang di bagian pojok pendopo. Bungkus jamu tersebut seperti akrab, masih mempertahankan gambar tempo dulu. Yang menarik lagi, ada paket-paket jamu bersalin komplit dalam satu kaleng, dengan gambar ibu-ibu memakai kebaya dan sanggul yang sekarang modelnya kembali ngehits. Setelah lama banget tidak  pernah melihat paketan jamu komplit ini, ternyata masih diproduksi dan dijual. Ada lagi produk baru seperti jamu masuk angin, madu botol dan madu dalam kemasan menarik ditambah perasa buah-buahan untuk untuk anak-anak.

Para anggota komunitas sepeda Onthel semakin banyak berdatangan, duduk santai sambil ngobrol di pendopo dan seputaran taman. Ide yang bagus untuk pertemuan komunitas di sini. Tamannya teduh, bisa sambil minum jamu dan mendengarkan musik, mbak yang menjaga juga ramah, pulangnya juga bisa belanja jamu.

Setelah minum jamu dan melihat-lihat taman agak sebentar kami menuju lokasi berikutnya yaitu Desa Seni dan Kerajinan. Di sini ada tiga objek menarik yaitu kios yang menjual barang seni dan kerajinan seperti wayang, ukiran, lukisan dan lain lain, kios pusat buku langka dan taman kaktus.

Kami jalan kaki melawan arus kendaraan satu arah menuju taman burung. Banyak sekali pengunjung yang  parkir di trotoar. Entah karena lahan parkir yang kurang karena saking banyaknya pengunjung atau pengunjungnya sendiri tidak tertib jadinya sangat mengganggu pejalan kaki. Apalagi bagi pengunjung yang membawa anak-anak, terpaksa menyelip diantara kendaraan tersebut, soalnya kalau  melipir ke jalan beresiko keserempet mobil atau bus yang lewat.

***

Rima

Lima Guru Kecilku Bagian II

lima-guru-kecilku-bagian2-jpg1

5 Guru Kecilku Bagian II – Kiki Barkiah – Kumpulan cerita berhikmah tentang pengasuhan anak

Judul buku : 5 Guru Kecilku Bagian II
Penulis : Kiki Barkiah
Penerbit : Mastakka Publishing

Saya mengetahui tentang buku ini dari status seorang teman di media sosial. Teman ini biasanya yang memberi info buku bagus, kadang juga yang minjamin buku bagus. Dulu ketika masih sering bareng-bareng, bukunya sering tak ubek-ubek kalau sedang tidak punya bacaan yang menarik.  Biasanya menemukan buku baru di raknya atau kalau tidak ada buku baru cukup melirik kembali buku yang pernah “dicuekin”.  Kadang saya juga suka ikutan ngerecokin buku yang lagi dia baca. Aii… jadi kangen masa bersama teman-teman dulu. Oh iya kembali pada cerita buku, pada umumnya, koleksi dan referensi dari teman saya ini selalu menarik buat saya. Menarik buat dibaca, menarik buat dibolak-balik, menarik buat dilirik 🙂

Makanya pas dia posting tentang buku 5 Guru Kecilku, saya langsung tertarik. Kalau dulu pasti ditanyain, tertarik buat minjam apa tertaik buat beli? Trus aku jawab, tertarik buat baca hehe….

Catatan di cover belakang: Kiki barkiah adalah seorang ibu dari 5 orang anak  yang memili homeschooling sebagai metode pendidikan bagi anak-anaknya. Beliau aktif menulis di sosial media sejak berhijrah ke California, Amerika serikat. …

Mengurus lima anak, yang pertama terbayang  adalah capek.  Anak -yang kita inginkan selalu bersikap manis, pada kenyataannya tidak pernah demikian.  Yang ada membuat berantakan, main melulu, berantem, susah makan, susah diatur. Kalau tidak bisa menghadapi anak-anak, satu anak saja  sudah membuat pusing kepala. Apalagi lima, lima bo! Repotnya minta ampun.  Tanpa pembantu dan homeschooling pula. Alhasil dua puluh empat jam waktu bersama anak-anak. Lalu apa kabar me time?

Mulai menyiapkan makanan, menyiapkan materi pelajaran, mengawasi proses belajar, sekaligus mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk tujuh anggota keluarga, sedangkan ada anak yang masih bayi dan masih menyusui. Apalagi tidak ada keluarga atau saudara yang bisa tiba-tiba diminta datang untuk dimintai bantuan karena tinggal di luar negeri.

Tidak ada keluhan bagi seorang Kiki Barkiah. Menjalaninya dengan penuh sukacita.  Bahkan banyak belajar dalam proses pengasuhan tersebut, dimana lima anak-anak sebagai gurunya. Menjadikannya ladang ibadah sehingga bisa menggali hikmah dan berbagi cerita kesabaran dalam mendidik anak. Mempersiapkan anak-anak menjadi orang-orang yang hebat di masa depan. Hal lain  yang tidak bisa diabaikan  adalah peran bapak dalam keluarga. Tidak mungkin hal tersebut bisa dilalui seorang ibu dengan baik tanpa dukungan penuh dari suami.

Kisah yang diceritakan dalam buku ini mengalir dan mempunyai ruh. Sehingga saya sendiri menikmati tiap-tiap kisah dan mengambil hikmahnya. Kita diberikan bocoran mensiasati perilaku negatif anak, anak yang agresif dan mudah marah,  yang berantem (karena ini sangat menghabiskan energi). Juga bocoran menyambi pekerjaan, bagaimana mengelola waktu sehingga masih sempat untuk mengecek pekerjaan dan rapat (online), menulis, istirahat dan muraja’ah hafalan Al-Qur’an. Internet dan gadget sangat membantu dan memudahkan anak-adak dalam belajar, akan tetapi perlu pengawasan dan pengaturan yang ketat (diceritakan pada bagian “polisi gadget yang cerewet”).

Bagi saya yang kadang masih mengeluh bilang capek (dalam hati maupun di luar hati hehe) atau bilang lagi gak mood untuk alasan bermalas-malasan Membaca buku ini menjadi seperti tercubit-cubit (bukan tercabik-cabik lho yaaa). Kaya kupingnya kena jewer, sibuk gak segitunya nulis blog  masih jarang-jarang.

Tentu saja keadaan kita masing-masing berbeda, bagaimana cara mendidik anak tidak bisa persis sama. Tidak bisa diterapkan plek plek seperti yang dilakukan penulis. Apalagi saya yang bekerja  dan tidak sepenuhnya bisa di rumah.  Dengan membaca buku ini, saya banyak belajar hikmah dan kesabaran.

Sebenarnya bukunya dua ratus halaman lebih, sayang sekali ukuran hurufnya termasuk besar. Sedang asik membaca tak terasa sudah sampai bagian akhir. Padahal masih ingin membaca kisah-kisah hikmah lainnya. 5 Guru Kecilku bagian I saya belum baca, belum pesan lagi.

Teman saya bilang – menurut saya juga begitu, buku ini sangat cocok buat ibu, calon ibu, guru dan bagi yang ingin tahu dunia seorang ibu. Sekalian promosi, kalau mau pesan buku ini bisa  melalui teman saya. Pengiriman dari Jakarta Pusat.

Nining
Wa/telp :jual buku Lima Guru Kecilku Bagian II- KIKI BARKIAH

***

Rinrin

 

A.A. Navis Award 2016

Silakan buat yang berminat…

Azwar Sutan Malaka

Mesin Tik
Program Bahasa dan Kajian Indonesia, Deakin University, Melbourne, Australia; Pusat Kajian Humaniora Universitas Negeri Padang (UNP); dan Penerbit Angkasa Bandung bersama-sama melaksanakan Lomba Menulis Cerpen dan Novel 2016. Kerjasama ini unik karena melibatkan sebuah universitas internasional di Australia, sebuah universitas dan satu penerbit (anggota IKAPI) di Indonesia. Karenanya, ketiga lembaga ini menawarkan kesempatan yang unik pula. Salah satu keunikan tersebut adalah, selain memberikan hadiah uang dan sertifikat kepada pemenang, pemenang utama juga akan menerima Piagam Penghargaan Cerpen dan Novel Terbaik A.A. Navis (A.A. Navis Award). Selain itu, kumpulan cerpen (cerpen terbaik dan cerpen terpilih) dan novel terbaik akan diterbitkan oleh Penerbit Angkasa Bandung. Juga, karya yang tidak memenangkan hadaiah apa-apa mungkin ada yang dianggap layak untuk ditrebitkan. Dalam hal ini, penulis akan dihubungi oleh Penerbit Angkasa Bandung. Dari waktu ke waktu, pelaksana lomba dapat menerjemahkan dan menerbitkan sebuah karya dalam bahasa Inggeris.

PERSYARATAN
Cerpen
• Tema: Kehidupan modern, termasuk…

View original post 316 more words

Membaca Novel Cindaku

Cindaku, Azwar Sutan Malaka,

Kaki Langit Kencana

Jakarta, September 2015

Novel Cindaku

Cindaku, Azwar Sutan Malaka

Membaca novel ini membawa saya “pulang” ke kampung halaman. Saya membayangkan sebuah kampung di tepi bukit barisan sana. Kampung yang sebagian besar dihuni oleh orangtua dan anak-anak, sadangkan anak muda kebanyakan pergi merantau. Kampung yang kalau malam apalagi setelah Isya, menjadi sepi dan gelap walau tak sepenuhnya gulita.

“Pasti latar novelnya di tempat itu!” tebak saya dalam hati, sok tahu. Saya kenal daerah itu, bahkan saya dapat merekonstruksi rumah Salim, Laila, surau tempat mengaji, parak dan rumah dengan bunga kertas yang menjadi kenangan bagi laila dalam fikiran saya. Tentu hasil dari rangkaian ingatan yang tertingal. Makanya kening saya berkerut begitu diceritakan kampung kering karena lahan hutan dijadikan kebun kelapa sawit. Seingat saya, di kampung itu tidak pernah ada kebun kelapa Sawit, jaman “bagolak” pun tidak ada kebun kelapa sawit.

Awalnya saya protes, tetapi cepat sadar kalau ini hanya cerita fiksi. Pengarang boleh dong menulis sesuai imajinasinya. Saya lalu tersenyum-senyum sendiri karena ternyata sudah terbuai, merasa kisah Salim dan Laila adalah cerita sebenarnya.

Bagi saya membaca novel ini tidak hanya bernostalgia tetapi juga mencuri “kearifan” yang disisipkan oleh penulis ke dalam ceritanya. Saya sangat menyukai bagaimana cara Pandeka Sutan mendefinisikan rantau pada Salim muridnya.

“Rantau adalah medan pertarungan hidup dan mati. Bagi seorang petarung tentu dia tidak ingin menjadi pecundang, dia harus memenangkan pertarungan. Sekali melangkah ke medan juang pantang mundur ke belakang, sekali layar terkembang, pantang kembali pulang sebelum kita yang menang.”

Rasa penasaran tentang Cindaku memang tidak terjawab di sini-penulisnya juga sudah membocorkan kalau novel ini tidak berbau horor. Cindaku dalam novel ini digambarkan sebagaimana yang sebenarnya dipercaya masyarakat waktu saya di kampung dulu. Menjadi pembicaraan tetapi tidak pernah ada yang bertemu dan membuktikan tentang Cindaku. Entah kalau sekarang apakah orang-orang masih membicarakannya, jaman cepat sekali berubah.

Kembali pada novel Cindaku, setelah membaca secara keseluruhan, saya lebih senang novelnya berjudul “Anak Cindaku Ditikam Rindu”. Karena karena terdengar lebih puitis dan ceritanya lebih kepada Salim yang “dicap” sebagai anak Cindaku.

***

Rinrin